Diniyyah Puteri, tempat yang dipilih oleh kedua orang tua ku untuk menuntut ilmu. Pendirinya adalah ibunda Rahman El Yunisyyah, seorang perempuan yang sangat concern dengan pendidikan pada kaum perempuan kala itu.
Masa remajaku dihabiskan di Diniyyah Puteri, jenjang pendidikan SMP dan SMA ku lalui di lingkungan yang sama. Apakah aku menyesal? iya, aku menyesal. Aku tidak bebas meng-explore banyak hal, jangan kan bergabung ke berbagai komunitas, keluar asrama saja tidak boleh. Tentu saja itu adalah isi hatiku ketika memasuki bangku kuliah tahun pertama.
Semakin dewasa, ternyata prinsip kehidupan yang ditanamkan dulu menuai hasilnya. Walau jauh dari kata sempurna, aku selalu merasa takut jika melakukan hal-hal yang salah menurut agama. Dan itu hasil pembelajaran selama 6 tahun di pesantren.
Aku tidak akan berbicara banyak hal mengenai keseharianku di pesantren, aku hanya akan memaparkan kualitas apa yang ditawarkan oleh Diniyyah Puteri ketika aku bersekolah di tahun 2007-2014. Untuk sekarang mari kesampingkan mengenai biaya, karena bukan itu fokus dari artikel ini. Masalah biaya akan kubahas di artikel selanjutnya.
1. Pesantren Khusus Perempuan
Memang itu tujuannya, Bunda Rahmah merasa bahwa perempuan di masa penjajahan tidak diberikan akses untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki. Beliau memiliki pemikiran bahwa perempuan juga layak dibekali ilmu pengetahuan. Untuk itulah pesantren ini didirikan.
Kita dibina untuk dapat melakukan banyak hal layaknya laki-laki, karena perempun juga layak berdikari tanpa harus bergantung dengan laki-laki. Tentu hal ini berbeda jika sudah berumah tangga, jadi jangan diarahkan statement ini ke arah sana ya :)
2. Banyak Jenis Ekstra Kurikuler
"Perempuan harus punya banyak skill" pesan ibu ku dulu. Setelah diingat, ternyata Diniyyah Puteri dari dulu sudah banyak menyediakan berbagai kelas tambahan, contohnya: tata boga, menjahit, jurnalistik, broadcaster, seni peran, seni musik, muslimah beauty care, drumband, pramuka, fiqih muslimah, dsb. (saya lupa lupa ingat)
Dulu memang merasa bahwa jadwal sudah sangat padat dan malas mengikuti kelas tambahan, sekarang malah baru ingin bersungguh-sungguh dalam menekuni salah satu keterampilan. Menyesal tidak memaksimalkan waktu kala itu. hehe
3. Peraturan yang Ketat
Siapa disini yang kena hukum karena tidak memakai kaos kaki ke ruang piket atau minimarket? hahaha. Menjengkelkan memang, tapi tidak ada excuse dengan yang namanya syariat. Di sekolah kami menganut Mazhab yang mana kaos kaki merupakan bagian dari aurat, oleh karena itu kami diwajibkan untuk mengenakan kaos kaki jika keluar dari pintu ruang piket.
Sekarang baru paham, setelah melihat berita bahwa ada orang yang memiliki kelainan seksual/fetish dengan melihat kaki perempuan. Dulu malah sampai ngedumel jika diberi poin hukuman, ternyata memang untuk kebaikan diri sendiri juga.
Tidak hanya kaos kaki, mulai dari pakaian yang tidak ketat, keharusan memakai dalaman jilbab, dan banyak lagi hal lainnya.
4. Program Santri Penghafal Quran
Dulu namanya program Mulazamah atau Takhassus, bagi santri yang ingin fokus dan serius menghafal, bisa mendaftar program tersebut. Bagi yang tidak mendaftar akan tetap disuruh menghafal, hanya saja tingkat intensitasnya akan berbeda.
Santri penghafal auranya akan sangat berbeda, entah kenapa. Mereka juga akan unggul di peringkat kelas dan hal lainnya. Kita percaya bahwa ada berkah Quran yang mengelilingi penghafal seperti mereka.
Sepertinya segitu dulu poin yang bisa saya rangkum di artikel kali ini. Jika ada ide yang lewat maka akan aku lengkapi lagi. Terkait pro-kontra poin diatas, mari kita kesampingkan. Sesuatu pasti ada minus dan positifnya, tapi cobalah melihat tujuan baik dari poin yang disampaikan.
Pict source: by Facebook Diniyyah Puteri Padang Panjang
Comments
Post a Comment