"Wah, sudah Ramadhan saja", begitu pikir ku. Tanpa sadar waktu terasa begitu cepat, cepat karna hal itu sudah ada didepan mata, tapi terasa lambat ketika itu masih jauh diujung sana.
Ramadhan tahun ini terasa sangat berbeda, pandemi Covid-19 tak terasa sudah memasuki tahun kedua. Hayoo, siapa disini yang masih menjalankan ibadah puasa dan lebaran di tanah rantau tanpa keluarga??
Berkaca dari Ramadhan sebelumnya, banyak rencana tapi sedikit yang terlaksana. Siapa disini yang mengalami hal yang sama?
.....
Belakangan ini hashtag #studywithme selalu memenuhi explore instagramku, tanpa sadar itu mempengaruhi pikiranku tentang cara menata, mencatat serta menjurnal. Jangan tanya mengapa, apa yg kita lihat tanpa sadar itu menggerogoti cara pandang kita.
Journaling is a written record of our thoughts & feelings. There are really not any rules although most journaling is a daily exercise. Journaling is a way to track everyday life. Figuring out what makes us tick and happy or upset. (source: rendezvousmag.com)
Yap, sekarang aku tergila-gila dengan jurnal -eits bukan jurnalnya anak akuntansi ya-.
Ngomong-ngomong tentang jurnal, mungkin mirip juga dengan planner, sama-sama untuk tracking, listing or prioritizing. Dari situ, saya cobalah buku planner yang sedang digandrungi beberapa bulan belakangan ini.
.....
Kebiasaan untuk menuliskan dan merencanakan sebuah pencapaian, baru di tahun ini saya rasakan, biasanya hanya menyusuan goals pertahun yang itu pun tanpa nge-breakdown langkah-langkah kecil untuk menggapainya. Kebayang kan struggle how to achieve-nya?
Nah, Ramadhan tahun ini salah satunya ada Ramadhan planner yang menemani.
Begitu terukur dan terencana, mulai dari nominal sedekah sampai jumlah rakaat sholat ku catat. Intinya hanya satu, cuman ingin ada nya progress walau setitik.
.....
Mari ku rangkum kisah Ramadhan 1442H ini, beberapa poin yang menjadi titik balik di Ramadhan kali ini:
1. Proses menerima tantangan untuk kebaikan
Terima kasih kepada kak Wildana Sabarudin yang telah mendorong untuk ikut dalam proyek kebaikan ini. Menjadi imam taraweh tidak akan terealisasi tanpa dorongan beliau, sudah mencoba menolak kemudian paham tanggung jawab yang seharusnya diemban. Sebenarnya bisa saja mengucap 'tidak', tapi sayang juga untuk tidak menjadikan ini sebagai ajang latihan.
Murajaah juz yang sudah laam vakum sangatlah perjuangan, walau pada akhirnya tersendat sendat, tak mengapalah, ini kan namanya juga 'Pembelajaran'.
Tidak semua orang yang mau menerima tantangan kebaikan, ada temanku yang sangat istiqomah ikut tadarus. Kemudian tiba di saat tadarus hanya berdua, dan biasanya membaca 1 juz, biasa memang tapi teman ini baru dalam tahap belajar Al-Quran (re: mengeja), jadi pasti kebayang ketika yang lain lancar, tapi jadi mandet di giliran kita.
Alhasil, di 2 atau 3 hari terakhir beliau tidak lagi muncul. Sebabnya apa? tak lain tak bukan 'tidak mau menjadi beban orang'.
You see, kadang kita termakan oleh asumsi kita sendiri, padahal orang lain tidak pernah berpikir demikian.
Jadi, apapun proyek kebaikan yang datang kepada kita, cobalah untuk menerimanya dulu, tentu dengan bingkai kebaikan.
2. Mengatur kemampuan diri dalam perkara akhirat
Menjalani ibadah puasa di kamar sendiri, ingat sekali perkataan seorang ustadz bahwa ujian yang terberat itu justru ketika kita sendiri. Kita merasa tidak ada yang melihat, padahal Allah menyaksikan.
Dari sini kelihatan, apakah diri ini bisa disiplin atau tidak. Tidak sedikit orang yang disiplin ketika bersama temannya dan malah lalai ketika tidak ada yang menyaksikannya.
Hanya dua poin yang bisa di- sharing, semoga bisa menjadi pemantik buat yang lain juga. Terimakasih sudah membaca, sampai jumpa di Ramadhan selanjutnya.
Begitu Ramadhanku, bagaimana Ramadhanmu?
Comments
Post a Comment