(Resume) Krisis Ekonomi Akibat Covid: Perspektif Keuangan Publik Islam

ISEFID IIUM melaksanakan kajian webinar ke-empat dengan tema “Krisis Ekonomi Akibat Covid-19: Perspektif Keuangan Publik Islam” dengan pembicara Bapak Dr. Ugi Suharto dan dimoderatori oleh Bapak Imam Wahyudi Indrawan, M.Ec.

Covid lead to Resesi

Sejatinya, Covid-19 ini akan mengantarkan negara ke gerbang resesi. Bagaimana cara mengatasinya? Menurut Keynesian, negara harus menaikkan tingkat government spending (pengeluaran pemerintah) untuk mengatasi resesi. 

Merujuk pada solusi tersebut, realitanya negara justru mengalami keterbatasan untuk menaikkan government spending, dilihat dari sisi pajak yang masih belum maksimal, menerbitkan bond yang nantinya terbentur rating dan ambang batas dari ‘debt to GDP ratio’, peminjaman ke IMF yang menyebabkan terdiktenya sistem keuangan/perekonomian negara, kebijakan moneter, kebijakan mencetak uang sendiri, dan kondisi yang serba dilematis.

Market is Imperfect

Adanya justifikasi dari kapitalis yang menyebutkan bahwa pasar bisa menyelesaikan segala masalah perekonomian dengan adanya campur tangan ‘invisible hand’, ternyata berkebalikan dengan kenyataan bahwa sebenarnya ‘market is imperfect’. Fokus ketidak-sempurnaannya terletak pada masalah distribusi; rantai ekonomi yang masih tidak bisa diselesaikan oleh pasar; yang kemudian berimbas terhadap lebarnya gap antara yang kaya dan yang miskin. Selain market failure, faktor government failure juga menyempurnakan level dari ketidak-efisiensi pasar.

Ketimpangan yang menyebabkan gap tersebut, disempurnakan dengan instrumen Islamic guidance yang sebenarnya telah dikaji oleh para Ulama mengenai topik-topik keuangan Islam, diantaranya Kitab al-Amwal karangan Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam. Seringnya, pembahasan mengenai keuangan publik Islam dalam kitab al-Amwal selalu menyinggung instrumen zakat, dan dari sinilah zakat dipercaya sebagai sektor ketiga penyeimbang sektor publik dan swasta yang telah ada.

Solusinya adalah Zakat

Fokus pada pembahasan zakat, Bapak Ugi menuturkan bahwa zakat mengandung karakter religius dan karakter politik. Karakter politik ini mulai lenyap karena zakat yang seharusnya dibayar melalui pemerintah, tetapi para muzakki memilih mendistribusikannya secara individual, sehingga yang tertinggal hanyalah aspek religius. Hal inilah salah satu penyebab kurang efektifnya zakat sebagai instrumen fiskal serta alat distribusi yang netral.

Zakat sebagai instrumen keuangan publik dalam Covid-19 ini berpotensi besar dalam ‘cash transfer’ yang merupakan bagian dari ‘transfer payment/government transfer payment’ dapat memberikan dampak yang positif dalam ekonomi makro/keuangan publik kepada para mustahik. Banyak negara telah mengadopsi ‘transfer payment’ pada kasus Covid-19 ini, salah satunya USA yang menggelontorkan dana 2 trillion USD untuk Covid-19 secara individu, baik itu untuk orang lokal yang single, yang telah menikah, maupun orang tua yang memiliki anak usia dibawah 17 tahun. 

Jika dicermati secara sekilas, zakat itu selintas seperti pajak, tapi sejatinya bukanlah pajak. Pajak yang memiliki tujuan kepada kelembagaan (development) sangat berseberangan dengan zakat yang tujuannya lebih kepada personal (transfer payment). 

Negara yang telah mengintegrasikan anatara zakat dan pajak adalah Malaysia, sehingga pada kebijakannya zakat masuk sebagai instrumen fiskal dan bisa dijadikan sebagai pengganti pajak 'tax rebates'. Hasilnya, pengintegrasian pajak dan zakat tidak mempengaruhi pendapatan pajak itu sendiri.

Diakhir kajian, narasumber memberikan rekomendasi usulan kepada Baznas selaku Badan Amil Zakat di Indonesia, yaitu:

  1. Peningkatan komitmen ke-Islaman pemerintah dan Baznas, sehingga masyarakat/muzakki lebih percaya untuk menyalurkan zakatnya tanpa khawatir untuk disalah-gunakan
  2. Pemberian transfer payment kepada para mustahiq yang terdampak oleh Covid-19
  3. Pengadaan database orang-orang fakir dan miskin di seluruh Indonesia, untuk pemberian bantuan yang real time dan mencegah kekeliruan pendistribusian
  4. Perkenalan kepada publik success story dari proses transgformasi para mustahiq menjadi seorang muzakki.
Artikel ini adalah hasil sunting dari artikel yang telah diunggah sebelumnya pada 10 Mei 2020 di website isefid.id

Video webinar bisa diakses di akun Youtube Isefid IIUM


Comments